Breaking News

Filosofi Rendang


Filosofi Rendang 

Allahu Akbar.... Allahu Akbar... Allahu Akbar.... Laaillahaillallah Huawallahu Akbar.... Allahu akbar Walillah Ilhamd...

Gema takbir berkumandang menyambut hari nan suci. Inilah hari raya besar bagi Umat islam, dimana rasa syukur dari semua muslim yang mampu untuk berkurban. Hari dimana semua rumah akan dipenuhi oleh aroma masakan daging sapi atau kambing. Mau kaya atau miskin akan memasak daging di hari idul adha ini. Di Sumatra Barat, rendang adalah salah satu masakan Khas yang wajib ada di hari bahagia ini. Masakan yang sempat menjadi polemik karena hak kepemilikannya ini, menjadi makanan yang di gemari oleh semua orang di seantero dunia. Kenapa? Karena pada 12 Juli 2017, rendang terpilih menjadi masakan terenak dan terlezat di dunia versi CNN. Nah, kita sebagai masyarakat Minangkabau apakah sudah tahu apa makna dan filosofi yang terkandung dalam masakan rendang ini? Jangan mengaku-ngaku dan marah saja ketika makanan kita di klaim oleh negara lain sementara filosofi dari masakan kita sendiri kita tidak tahu. Sebagai orang Minangkabau sudah seharusnya kita mengetahui apa filosofi dari masakan terenak di dunia ini. Masakan yang terdiri dari 16 macam bumbu ini, memiliki makna dan filosofi tersendiri. Secara umum masakan khas kita ini melambangkan  filosofi musyawarah dan mufakat karena orang Minangkabau sangat terkenal dengan masyarakat yang mengutamakan musyawarah dan mufakat untuk mengambil suatu keputusan. Rendang ini bahan pokoknya ada tiga yaitu, daging, santan dan cabe. Mari kita bahas satu persatu
Pertama, daging. Daging dalam masakan rendang melambangkan ninik mamak. Siapa ninik mamak dalam masyarakat Minangkabau? Merekalah orang-orang tua di dalam msyarakat. Kepada orang tua inilah kita tempat bertanya dan berberita sesuai dengan pepatah Minangkabau kapai tampek batanyo, kapulang tampek babarito. Orang tua memiliki banyak pengalaman hidup, oleh karena itu anak muda harus berdiskusi dengan orang tua sebelum mengambil keputusan.
Kedua, Santan. Santan dibuat dari kelapa yang diparut dengan tangan adalah melambangkan Cadiak pandai atau kaum cendikiawan, guru, penyair dan pekerja seni. Orang Minangkabau adalah orang yang pandai bersilat termasuk bersilat lidah atau bernegosiasi. Kaum cadiak pandai adalah orang yang tepat untuk meminta petuah dan siasat. Ketiga, Lado atau cabai. Makanya khas Minang ini mempunyai rasa pedas yang berasal dari cabai bukan cabai rawit. Cabai di sini melambangkan Alim Ulama. Alim ulama adalah penegak syariat di ranah bundo. Sikapnya yang tegas dan kaku perlu untuk menjaga Adat basandi syarak, syarak basandi kitabullah. Ketiga bagian  pokok inilah yang menjadi dasar dalam masyarakat Minangkabau yang di kenal dengan tali tigo sapilin atau tungku tigo sajarangan. 
Itu adalah arti dan filosofi dari bahan pokok pembuat rendang. Nah bagaimana dengan bumbu-bumbu rempah sebagai pelengkap dalam masakan ini? 
bumbu-bumbu yang berasal dari rempah-rempah tradisional adalah bentuk keutuhan masyarakat Minang itu sendiri yang terdiri dari suku-suku yang mempunyai kearifan lokal masing-masing. Bumbu dalam masakan rendang ini sangat beragam. Ada jahe, lengkuas, bawang merah, bawang putih, merica, ketumbar, daun salam, daun kunyit, dan berbagai rempah penyedap dan sumber wangi dari masakan ini, menjadi bahan pelengkap kelezatan masakan ini. Semua rempah itulah yang mebjadi lambang dan bagian dari masyarakat minangkabau. Bentuk berbeda beda, namun jika sudah bersatu akan saling melengkapi. Bukankah seperti itu masyarakat kita Minangkabau? Masyarakat Minangkabau ini secara garis besar bisa kita bedakan menjadi tiga yaitu masyarakat darek, rantau dan pasisia mereka ini memiliki karakter yang berbeda. Tetapi mereka adalah satu kesatuan masyarakat Minangkabau yang saling melengkapi. Bagi orang rantau, sejauh jauhnya mereka merantau, pasti suatu saat akan pulang kampung juga, akan tetap merindukan rendang asli masakan kampung. Walaupun rendang sekarang sudah ada di restoran - restoran mewah sekalipun, namun akan berbeda jika makan rendang di kampung sendiri Minangkabau nan di cinto.
Itulah makna dan filosofi yang terkandung di dalam masakan rendang yang dalam satu bulan ke depan atau satu minggu ke depan akan menjadi menu wajib di setiap rumah di hari raya idul adha ini. 

Tidak ada komentar