Breaking News

Guru Kolonial VS Guru Milenial

Dilla, S.Pd. Pemerhati Pendidikan dan Anak

Guru Kolonial VS Guru Milenial


Perkembangan zaman menimbulkan banyak perubahan dari segala hal. Baik dari pendidikan, ekonomi, politik dan juga pola asuh terhadap anak didik di sekolah maupun di rumah. Saat ini tidak bisa kita copy paste pola pendidikan anak mienial dengan anak kolonial di zaman dahulu. Pun demikian pola asuh anak milenial dengan anak generasi Z dan generasi digital saaat ini. Tidak bisa seorang guru yang kolonial mengajar anak milenial tanpa lebih dahulu belajar  mendalami bagaimana karakter anak-anak zaman ini. Misalnya, tidur siang, duduk rapi dan lipat tangan ketika di dalam kelas. Boro-boro tidur siang, saat ini saja anak-anak sudah belajar fullday, cara belajarnya pun juga sudah berbeda, dengan banyaknya mata pelajaran yang harus dikuasainya.

Cara belajar anak-anak sekarang berbeda dengan kita, karena generasinya pun memang berbeda. Orang tua kolonial adalah yang lahir antara tahun 60-70-an, yang meleng sedikit langsung ditegur, dicubit, dan dillempar. Dilirik sedikit oleh gurunya, langsung mengerti dan paham dengan sindiran. Anak-anak sekarang sudah nyata salah, masih plonga plongo  tidak mengerti denga kesalahannya. Hal itulah yang menyebabkan harus adanya perbedaan pola asuh pada anak saat ini. Sebagai pendidik tidak boleh lagi main fisik, karena jika main kekerasan, akan menimbulkan masalah baru, mereka bisa membalas dan orang tua murid saat ini pun juga perlu dididik, karena dengan mudah meyalahkan pihak sekolah jika anaknnya dikenai sanksi atas kelalainnya mematuhi aturan.

 Saat ini, baru beberapa hari yang lalu, 1 Agustus 2023, seorang guru di Bengkulu, diketapel oleh orang tua murid, karena memberi hukuman anaknya yang kedapatan merokok di belakang sekolah. Berapa banyak kita dengar kasus guru yang diperkarakan karena mendidik siswanya di sekolah. Misal ada guru  yang menegur siswanya, malahan bapak si anak balik marah kepada gurunya ke sekolah. Ada guru yang menegakkan aturan memotong sedikit rambut siswanya, bapak si anak balik ke sekolah juga memotong rabut gurunya. Belum lagi guru yang harus dipenjara karena aduan dan laporan dari orang tua murid, yang tidak terima guru menhukum anaknya di sekolah.

Memang sangat miris apa yang kita alami saat ini, namun itu semua terjadi. Di satu sisi sebagai pendidik di saat ini, memang lah tidak bisa mendidik dengan cara lama, kalau kita dahulu mengadu di rumah apa kejadian di sekolah, jangankan dapat pembelaan, justru tambah kena marah. Jika melapor di rumah dapat pukul dari guru di sekolah, di rumah justru dapat tambah pukulannya. Karena orang tua kita di masa dahulu sangat tahu, apapun yang dilaukan oleh guru di sekolah terhadap anak-anaknya, itu adalah proses pendidikan, bukan penganiayaan.

Di zaman digital saat ini, semakin  maju dunia semakin berubah pola pikir dan pola hidup manusianya. Sekarang, banyak sekali hal yang memengaruhi kehidupan generas ini, yang utama sekali adalah tontonan dan teladan yang tidak bagus. Zaman sekarang orang tua sudah pada sibuk mencari nafah untuk kebutuhan hidup keluarga, hampir di tiap rumah, kedua orang tua harus bekerja untuk mencukupi semua kebutuhan hidup. Alhasil anak-anak dididik dan dibesaran dengan pengasuh dan juga tontonan di TV ataupun gawai. Jadi, kalau pola asuh berubah dan karater manusianya berubah itu suatu keniscayaan.

Tidak bisa lagi saat ini orang tua dan guru main fisik kepada anak, karena tontonan yang dilihatnya. Ketika kita main fisik, anak cenderung melawan, karena dalam tontonan, itu yang dihadirkan, ketika disakiti, maka harus membalas. Lihat saja kartun Tom and Jerry, yang mungkin generasi Z saat ini sudah menonton berkali-kali. Belum lagi film lainnya yang mengubah anak bermental cengeng dan bermental ‘stroberry’. Sebut saja kartun doraemon, spongbob, Upin Ipin dan banyak lagi tontonan yang tidak mendidik lainnya. Memang ada nilai moral yang diajarkan di sana, namun tetap ada selipan-selipan kekerasan dan contoh laki-laki bertulang lunak di dalamnya, sehingga hal itulah  yang memengaruhi karakter generasi Z saat ini. Ditambah lagi sinetron di TV swasta, yang bisa mengubah segalanya dengan sangat instan, adegan kekerasan dan kriminal yang dipertontonkan setiap menitnya dalam berita kriminal dan reportase investigasi lainnya yang hampir setiap stasiun televisi menyiarkan.


Belum lagi tontonan selebriti dengan semua kehidupan mewahnya, baik yang ditayangan di TV maupun di youtube. Apalah lagi di aplikasi yang paling besar penontonnya ini di dunia. Hampir semua ada di sini, dan tayangan atau kontennya tidak ada ‘saringannya’ dalam arti kata semua orang bebas menonton dan menayangkan apapun bentuk konten yang diinginkannya. Jadi tidaklah heran kalau saat ini sudah biasa saja kita mendengar, anak yang membunuh gurunya, anak yang menendang orang tuanya, anak yang durhaka dan melakukan tindakan asusila secara terang-terangan. Itu bukan lagi hal yang aneh di zaman sekarang ini. Banyak cara yang bisa menjadikan seseorang viral dan terkenl sekejab mata namun melalui hal-hal aneh dan merugikan diri sendiri dan juga orang banyak.

Tugas kitalah saat ini  sebagai orang tua, guru dan bagian dari masyarakat memberikan edukasi yang baik untuk mereka generasai digital saat ini. Memang kita tidak bisa mengendalikan kemajuan zaman, namun kita bisa mengendalikan cara dan pola asuh kita terhadap generasi saat ini, dimulai dari skala terkecil yaitu keluarga sendiri, anak didik  di sekolah yang kita ajar dan genrasi di dekat rumah yang bisa kita arahkan pada kegiatan yang positif. Tidaklah hal yang tabu saat ini jika kita yang lebih dahulu meminta maaf kepada anak jika terlanjur menyakiti hati mereka, sambil memberikan arahan dan pendidikan bagaimana seharusnya berperilaku kepada sesama umur, orang yang lebih tua maupun kepada anak yang di bawah umur mereka. Kita harus menjadi teladan bagi generasi Z saat ini, karena sejatinya keteladanan saat ini semakin menipis di dalam masyarakat kita.

Selain keteladan, juga sifat egoistis dan tidak peduli pada sesama, merasa tidak bertangung jawab terhadap lingkunagn sekitar juga sudah elekat di dalam masayarakt saat ini.  Terbukti banyak kita lihat, ketika ada pelanggaran dan ketimpangan yang dilakukan oleh generasi Z di depan mata, hanya segelintir dari orang dewasa sekitar yang peduli. Karena mereka menagnggap itu bukan anak mereka, adik ataupun saudara mereka, maka kekeliruan atau kesalahan yang nampak di depan mata, cenderung diabaikan dan didiamkan.  Bagaimana cara mengubah karakter anak bangsa, jika kita saja orang dewasa tidak peduli dengan lingkungan sekitar? Bagaimana genarasi digital saat ini juga akan peduli dengan sesamanya?



Biodata Penulis

Dilla, S.Pd. lahir di Bukittinggi, pada tanggal 8 Juni 1981. Beralamat di Jl. H. Abdul Manan No. 49, Simpang Guguk Bulek, Bukittinggi.  Saat ini mengajar di SMPN 2 Bukittinggi. Telah menerbitkan 3 buku tunggal dan puluhan buku antologi. Penulis bisa dihubungi melalui email,  dillaspd6@gmail.com, facebook: Espede Dilla, Instagram: @dilla.spd dan telegram: dilla S.Pd  blog: www.dillaspd.my.id    Nomor Kontak dan WA : 081363320742

 

                               

 

Tidak ada komentar