Delapan Belas Tahun Menjaga Arah Pulang
Delapan Belas Tahun: Langkah yang Dipilihkan Tuhan
Tanggal 21 Desember 2025 menjadi penanda yang hening namun sarat makna. Delapan belas tahun telah berlalu sejak langkah itu dimulai tahun 2007 saat dua jiwa dipertemukan bukan oleh kebetulan, melainkan oleh pilihan yang ditetapkan Tuhan. Sejak awal, pernikahan ini bukan sekadar tentang hidup bersama, tetapi tentang tujuan yang lebih jauh: berjalan beriringan menggapai ridha-Nya dan menjadikan keluarga sebagai jalan menuju jannah-Nya.
Delapan belas tahun bukan hanya hitungan waktu. Ia adalah kumpulan doa yang diucapkan lirih, air mata yang disembunyikan, tawa yang dibagi, serta keputusan-keputusan kecil yang diambil dengan penuh kesadaran. Pernikahan ini tumbuh bukan karena selalu mudah, tetapi karena terus diusahakan dengan satu niat yang sama: menjaga iman, menjaga keluarga, dan saling menuntun dalam kebaikan.
Perjalanan itu dimulai dari berdua dua insan yang belajar saling menerima, menyesuaikan langkah, dan menurunkan ego. Waktu berjalan, kami bertumbuh menjadi bertiga, lalu berempat, hingga akhirnya genap berenam. Empat amanah Tuhan hadir menyempurnakan perjalanan: tiga putra dan satu putri, yang kini tumbuh meremaja dan beranjak dewasa. Mereka bukan sekadar pelengkap kebahagiaan, tetapi tujuan utama dari ikhtiar panjang ini anak-anak yang diharapkan kelak menjadi manusia yang berguna, berilmu, berakhlak, dan memberi manfaat bagi sesama.
Sejak mereka hadir, arah langkah kami kian jelas. Pernikahan ini bukan lagi tentang kami berdua semata, melainkan tentang bagaimana membersamai anak-anak dalam tumbuhnya. Menjadi orang tua berarti belajar berjalan lebih pelan, lebih sabar, dan lebih banyak berdoa. Setiap keputusan diambil dengan harapan sederhana namun dalam: semoga langkah kecil hari ini menjadi jalan kebaikan bagi masa depan mereka.
Cinta dalam perjalanan ini pun belajar bentuknya yang paling dewasa. Tidak selalu hadir sebagai kata-kata manis, tetapi sebagai kesediaan untuk bertahan, menemani, dan tetap tinggal. Ada lelah yang harus dipikul bersama, ada takut yang harus ditenangkan, ada harap yang harus dijaga. Kami belajar bahwa cinta sejati sering bekerja dalam diam setia, konsisten, dan tidak menuntut sorotan.
Tuhan menanamkan pernikahan ini di tanah kehidupan yang tidak selalu ramah. Ada masa kekurangan, ada masa ketidakpastian, ada hari-hari ketika harapan terasa jauh. Namun justru di sanalah iman ditempa. Kami belajar bahwa rezeki bukan hanya soal kelapangan materi, melainkan tentang kecukupan hati: pulang ke rumah dengan rasa aman, dan melihat anak-anak tumbuh dalam kasih dan nilai.
Di tengah perjalanan, kami terus mengingat tujuan awal: membersamai anak-anak bukan hanya agar mereka berhasil secara duniawi, tetapi agar mereka tumbuh sebagai manusia yang tahu arah pulang. Kami ingin mereka mengenal arti tanggung jawab, kejujuran, dan ketundukan kepada Tuhan. Melangkah bersama mereka menuju ridha-Nya adalah ikhtiar yang terus kami rawat, meski tak selalu sempurna.
Delapan belas tahun ini juga menyaksikan perubahan diri. Dari cinta yang berapi-api menuju cinta yang teduh. Dari keinginan untuk selalu dimengerti menuju kesiapan untuk lebih banyak mengerti. Dari mimpi-mimpi besar tentang dunia, menuju harapan yang lebih hakiki: tetap bersama dalam iman, hingga kelak dipertemukan kembali di tempat terbaik yang dijanjikan-Nya.
Tidak semua doa dijawab dengan segera, tidak semua rencana berjalan sesuai harapan. Namun kami percaya Tuhan tidak pernah salah menakar waktu. Ada hikmah dalam setiap penundaan, ada pelajaran dalam setiap kesulitan. Pernikahan ini mengajarkan bahwa berjalan pelan bersama, sambil menuntun anak-anak menuju kebaikan, jauh lebih bermakna daripada berlari sendiri.
Kini, di usia delapan belas tahun, pernikahan ini tidak lagi meminta sorotan. Ia berdiri dengan tenang, sebagai saksi bahwa cinta yang disandarkan kepada Tuhan akan menemukan jalannya sendiri. Tidak selalu indah, tetapi selalu bermakna. Tidak selalu mudah, tetapi selalu layak diperjuangkan.
Dan jika hari ini kami masih melangkah dari berdua hingga berenam itu bukan karena kami sempurna, melainkan karena Tuhan terus membersamai. Biarlah langkah-langkah kecil ini tetap dijaga, agar suatu hari nanti kami dapat berkumpul kembali, bukan hanya sebagai keluarga di dunia, tetapi sebagai keluarga yang dipertemukan kembali di jannah-Nya.

Tidak ada komentar